Search this blog


Home About Contact
Jumat, 27 April 2012

model terapi  

    Model terapi yang dapat kita pakai untuk membantu seseorang melepaskan diri dari kecanduan atau perilaku yang tidak baik dan merubah perilakunya menjadi lebih baik antara lain adalah

Model Terapi Moral 

Model ini sangat umum dikenal oleh masyarakat serta biasanya dilakukan dengan pendekatan agama/moral yang menekankan tentang dosa dan kelemahan individu. Model terapi seperti ini sangat tepat diterapkan pada lingkungan masyarakat yang masih memegang teguh nilai-nilai keagamaan dan moralitas di tempat asalnya, karena model ini berjalan bersamaan dengan konsep baik dan buruk yang diajarkan oleh agama. Maka tidak mengherankan apabila model terapi moral inilah yang menjadi landasan utama pembenaran kekuatan hukum untuk berperang melawan penyalahgunaan narkoba. 

Model Terapi Sosial 

Model ini memakai konsep dari program terapi komunitas, dimana adiksi terhadap obat-obatan dipandang sebagai fenomena penyimpangan sosial (social disorder). Tujuan dari model terapi ini adalah mengarahkan perilaku yang menyimpang tersebut ke arah perilaku sosial yang lebih layak. Hal ini didasarkan atas kesadaran bahwa kebanyakan pecandu narkoba hampir selalu terlibat dalam tindakan a-sosial termasuk tindakan kriminal. Kelebihan dari model ini adalah perhatiannya kepada perilaku adiksi pecandu narkoba yang bersangkutan, bukan pada obat-obatan yang disalahgunakan. Prakreknya dapat dilakukan melalui ceramah, seminar, dan terutama terapi berkelompok (encounter group). Tujuannya tidak lain adalah melatih pertanggung-jawaban sosial setiap individu, sehingga kesalahan yang diperbuat satu orang menjadi tanggung-jawab bersama-sama. Inilah yang menjadi keunikan dari model terapi sosial, yaitu memfungsikan komunitas sedemikian rupa sebagai agen perubahan (agent of change). 

Model Terapi Psikologis 

Model ini diadaptasi dari teori psikologis Mc Lellin, dkk yang menyebutkan bahwa perilaku adiksi obat adalah buah dari emosi yang tidak berfungsi selayaknya karena terjadi konflik, sehingga pecandu memakai obat pilihannya untuk meringankan atau melepaskan beban psikologis itu. Model terapi ini mementingkan penyembuhan emosional dari pecandu narkoba yang bersangkutan, dimana jika emosinya dapat dikendalikan maka mereka tidak akan mempunyai masalah lagi dengan obat-obatan. Jenis dari terapi model psikologis ini biasanya banyak dilakukan pada konseling pribadi, baik dalam pusat rehabilitasi maupun dalam terapi pribadi.

Model Terapi Budaya 

Model ini menyatakan bahwa perilaku adiksi obat adalah hasil sosialiasi seumur hidup dalam lingkungan sosial atau kebudayaan tertentu. Dalam hal ini, keluarga seperti juga lingkungan dapat dikategorikan sebagai “lingkungan sosial dan kebudayaan tertentu”. Dasar pemikirannya adalah, bahwa praktek penyalahgunaan narkoba oleh anggota keluarga tertentu adalah hasil akumulasi dari semua permasalahan yang terjadi dalam keluarga yang bersangkutan. Sehingga model ini banyak menekankan pada proses terapi untuk kalangan anggota keluarga dari para pecandu narkoba tersebut.

Demikianlah model terapi yang dapat anda praktekan di lingkungan anda,semoga dapat menghasilkan hasil yang baik.

Baca selengkapnya......
Rabu, 18 April 2012

cara komunikasi efektif dengan anak  

Komunikasi efektif dengan anak sangatlah penting dalam kehidupan berkeluarga. Tampaknya semua orang sudah tahu itu. Masalahnya, tidak semua orang memahami bagaimana cara berkomunikasi yang efektif antara ayah dan ibu serta orang tua dan anak. Menurut Roslina Verauli, M.Psi., psikolog dari Empati Development Centre, Jakarta, komunikasi efektif berkaitan erat dengan pola asuh orang tua. Ia kemudian "meminjam" enam tipe komunikasi yang dikemukakan F. Philip Rice yang dikaitkan dengan pola asuh antara lain :
1. Tipe terbuka
Tipe ini paling sehat. Antara anak dan orang tua terjalin komunikasi saling terbuka. Orang tua mau mendengarkan anak dan anak secara leluasa dapat bercerita, mengeskpresikan perasaan dan pikirannya serta berdiskusi dengan orang tua. Tipe komunikasi ini ada pada pola asuh demokratis atau authoritative. Umpamanya, saat kedua orang tua sedang berbicara, mereka membolehkan anak menanggapi dan menghargai pendapatnya, "Oh, kalau menurut pendapat Adek seperti itu, ya?"

2. Tipe permukaan
Komunikasi yang terjalin bukan pada hal-hal penting; tidak riil, tidak detail dan sekadar basa-basi saja sebatas permukaan. Contohnya, anak bertanya, "Mama, kenapa sedih?" Orang tua hanya menjawab, "Ah, enggak apa-apa. Mama baik-baik saja, kok." Jadi di saat orang tua atau anak ingin menggali cerita lebih dalam, komunikasi tidak dapat terwujud karena tidak ada saling keterbukaan. Penyebabnya bisa perasaan takut mengecewakan, malu, dan sebagainya. Tipe ini biasanya ada pada pola asuh permisif atau indulgent.

3. Tipe mengabaikan (avoidance)
Masing-masing anggota keluarga saling menghindar sehingga tidak terjalin komunikasi. Hal ini bisa disebabkan hubungan orang tua yang tidak harmonis atau memang karena pribadi orang tua sendiri yang tidak terbuka terhadap anak, dan tidak peduli dengan kebutuhan komunikasi anak-orang tua. Tipe ini biasanya ada dalam pola asuh cuek atau neglectful. Sebenarnya tipe ini hampir sama dengan tipe permukaan. Hanya saja, pada tipe mengabaikan ini, cara bicara orang tua seringkali terbawa emosi. Misalnya orang tua bertanya dengan terburu-buru sambil hendak berangkat ke kantor. "Hai, sayang, apa kabar sekolahmu? Mama pergi dulu, ya."
"Baik-baik aja tuh," jawab anak.
"Kok, kamu menjawabnya seperti itu, sih? Mama kan tanya baik-baik."

4. Tipe komunikasi salah
Biasanya terjadi pada pola asuh otoriter. Orang tua cenderung menuntut anak. Bila tidak sesuai dengan keinginan yang diharapkan, orang tua langsung marah-marah. Akibatnya anak selalu takut berbuat salah. Jadi ketimbang kena damprat, maka anak mengambil jalan aman dengan berbohong. Misalnya, "Tadi, aku di sekolah dapat pujian lo Pa." Padahal mungkin saja kenyataannya tidak seperti itu. Anak selalu berusaha menceritakan yang bagus-bagus saja atau bicara seadanya. Contoh, "Bagaimana tadi di sekolah?"
"Baik kok, Ma," tanggap anak.
Pola asuh seperti ini bisa membuat anak jadi tertutup pada orang tuanya.

5. Tipe komunikasi satu arah
Tipe komunikasi satu arah terjadi jika dalam keluarga hanya ada satu figur dominan dalam berkomunikasi. Entah ayah atau ibu. Ia yang menentukan kapan anak boleh bicara dan tidak. Misalnya, "Adek, nanti kalau sudah makan, buat PR...."
Jika anak menyela, "Tapi, kan Ma,..."
"Eit diam! Mama kan belum habis bicara. Dengarkan..."
Tipe komunikasi ini bisanya juga terdapat pada pola asuh yang otoriter.

6. Tipe tanpa ada komunikasi
Antaranggota keluarga jarang terjadi pembicaraan meskipun sebetulnya di antara mereka tidak ada konflik nyata. Misalnya, orang tua pulang kantor masuk kamar. Anak pun demikian, pulang sekolah langsung mengunci kamar. Akibatnya orang tua tidak tahu keadaan dan kebutuhan anak. Ketiadaan komunikasi ini juga ada pada tipe pola asuh neglectful.
Demikianlah cara komunikasi efektif dengan anak yang dapat anda praktekkan pada keluarga anda, semoga bermanfaat.

Baca selengkapnya......